27.2.11

Petugas Imigrasi "Mengemis"

Mereka "mengemis" dibelikan 2 buah kaleng minuman atas dalam cara yang tidak pantas.

Masih dengan topik yang sama, pembuatan passpor di Kantor Imigrasi Kelas I Pekanbaru. Kali itu, saya bersama seorang teman pergi untuk mengambil passpor pada hari yang dijanjikan, Selasa - asal tahu saja, sebelumnya kami disuruh datang hari Senin, tapi lalu diundur menjadi Selasa. Kami berdua tiba disana sekitar pukul 8.30 pagi. Tanpa basa-basi, kami langsung menyodorkan slip pembayaran ke loket bagian pengambilan passpor. Kami disuruh untuk menunggu sebentar. Selang sekitar 5 menit, nama kami di panggil. Petugas loket bilang bahwa passpor kami belum jadi. Kami berdua kaget, dan mengajukan protes, bukannya harusnya sudah jadi, kami sudah menunggu sekitar 10 hari sejak wawancara dan bukankah disana ada tulisan besar yang mengatakan bahwa passpor jadi 4 hari setelah wawancara. Lalu kami menanyakan kepastian kapan passpor kami jadi, dan petugas tersebut bilang bahwa kami harus kembali lagi besok Rabu. Saya agak sanksi, karena itu saya desak lagi, "pastinya kapan?". Petugas tersebut dengan entengnya bilang bahwa, " KALAU YANG PASTI-PASTI, HANYA TUHAN YANG TAHU!". Saya kaget mendengar jawaban petugas tersebut. Kenapa harus membawa-bawa Tuhan dan mengkambinghitamkan Tuhan atas keteledoran dan ketidakbecusan kalian dalam pekerjaan. Memang Tuhan Maha Tahu, saya tahu itu, tapi bukan berarti hal itu bisa di jadikan alasan. Saya rasa mereka semakin gila saja.

Kami masih berusaha memohon dengan baik-baik - walaupun rasa marah ini sudah hampir meledak, tolong dicek siapa tahu udah jadi. Lalu petugas itu pergi masuk ke dalam ruangan selama sekitar 10 menit. Dan hasilnya adalah nihil, dia bilang passpor kami belum di tanda tangani. Apa susahnya tanda tangan? Seberapa berat pena mereka hingga tidak bisa menggoreskan pena diatas kertas? Sudah 10 hari, dan passpor saya belum jadi dengan alasan belum di tanda tangani. DASAR MALAS! Akhirnya kami pulang dengan tangan kosong dan harus kembali lagi pada hari Kamis, itupun masih belum ada kepastian apakah passpor kami sudah jadi atau belum. Ingin rasanya saya lempar pot yang ada di atas meja ke muka petugas tadi.


Tepat hari Kamis sore, teman saya mengambil passpor untuk kesekian kalinya. Saat teman saya datang, petugas itu sedang minum tanpa menghiraukan kehadiran teman saya disana. Teman saya menyodorkan slip pembayaran passpor. Petugas tersebut lalu mencari passpor kami didalam loker. Akhirnya passpor kami jadi, tapi sebelum memberikan passpor tersebut kepada teman saya, petugas tersebut bilang bahwa dia haus, trus apa urusannya dia haus, bukankah dia BARU SAJA minum, kalaupun habis, kenapa tidak refil saja? Ternyata dia meminta dibelikan dua buah minuman kaleng. Teman saya kaget ditodong seperti itu. Petugas tersebut meminta upah atas apa yang sudah menjadi kewajibannya. Karena tidak ingin memperpanjang urusan, akhirnya teman saya membelikan dua buah minuman kaleng kepada petugas yang mengemis tersebut. Setelah itu diapun bangga dan tersenyum, kalau saya disana, saya pasti akan melihat dengan jijik dan kasihan kepada petugas yang "mengemis" tersebut.

Total dibutuhkan waktu sekitar 3 minggu dengan 6 kali bolak-balik ke kantor Imigrasi.

Saat saga bercerita tentang pengalaman saya kepada beberapa orang teman, ternyata mereka juga mengalami masalah yang sama, dan parahnya, kejadian seperti ini sudah menjadi RAHASIA PUBLIK. Teman saya juga bilang bahwa dia salut kepada kami karena menggunakan jalur legal. Dan benar pesan dia, bahwa kami harus sabar kalau membuat passpor dengan cara legal, karena bisa dipastikan pengalaman saya tidak hanya terjadi kepada saya, tapi hampir kepada semua orang yang membuat passpor secara legal.


Para petugas Imigrasi Pekanbaru memang suka main calo dan harus di"tampar" uang dahulu sebagai pelicin. Dan pernah saya melihat seseorang tanpa seragam keluar masuk membawa berkas yang banyak - saya berpikir dia adalah calo, karena selama tiga minggu dia selalu tampak disana berkeliling kantor imigrasi mencari "mangsa". Ternyata petugas dengan calo sudah berteman akrab. Dan parahnya, petugas imigrasi secara terang-terangan "mengemis". Hal ini sungguh miris, mental mereka memang mental pengemis. Harusnya hal seperti ini sudah ditindak oleh pemerintah setempat, tapi saya yakin pemerintah setempatpun juga mengambil bagian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar